Welcome to Rinna Fridiana's Notes

Monday, October 31, 2011

Shalat Jumat

Seperti sudah menjadi kebiasaan buat anak-anak, bila hari Jum'at kedapatan tanggal merah (libur), maka mereka pasti meminta ayahnya mengajak mereka melakukan shalat Jum'at di luar komplek rumah. Biasanya, mereka melakukan shalat Jum'at berkeliling, mulai dari mesjid Istiqamah di daerah cibeunying, mesjid Salman, mesjid Ukhuwah di Wastukencana, mesjid Agung, atau mesjid kecil lain yang kebetulan tersinggahi karena waktu yang tidak cukup untuk mencapai mesjid besar yang telah direncanakan untuk dikunjungi.

Dan hari ini adalah hari Jum'at, mereka semua libur. Saya tak tega ketika mereka merengek-rengek meminta untuk pergi shalat Jum'at di luar. "Kalau ada ayah, pasti kita bisa shalat di mesjid yang orangnya banyak sekali, trus kalo udah gitu bisa langsung jalan-jalan." Si kecil terus saja membandingkan saya dengan ayahnya, sementara saya sejak kemarin telah berencana ingin istirahat saja di rumah untuk mengisi hari libur kali ini. Kalau sudah begitu, sulit buat saya untuk membujuk mereka memahami kemauan saya, terlebih bila mereka kemudian menelepon sang ayah dan memintanya untuk membujuk saya agar mau mengantar mereka.

Sunday, October 30, 2011

Pasrah Kepada-Nya

Ketika pertama kali berangkat ke Sulawesi untuk menunaikan tugas dan menetap di sana, terpilihlah Adam Air sebagai alat transportasi dari Jakarta menuju Makasar untuk kemudian dilanjutkan dengan pesawat perusahaan milik PT. INCO yang memang merupakan satu-satunya alat transportasi udara menuju Soroako.

Seminggu setelah suami berangkat, saya dan anak-anak menyusul terbang dengan menggunakan Merpati Airlines menuju Makassar, disambung dengan pesawat menuju Soroako. Sejujurnya, saya agak kerepotan pergi dengan membawa tiga anak tanpa ditemani orang dewasa lain, namun karena sejak di Bandung anak-anak sudah diwanti-wanti agar tidak nakal selama perjalanan dan saya membujuk agar mereka mau membantu membawa barang-barang yang agak ringan, maka saya merasa sedikit tenang.


Saturday, October 29, 2011

Ketidaktahuan

Jika memang aku tak tahu, 
Kenapa harus merasa paling tahu? 
Ketika aku memang tak tahu, 
Aku mencari tahu untuk bisa tahu
Aku ingin tahu lebih banyak lagi
Manakala makin menyadari banyak yang tak ku tahu

Kemarilah pengetahuan 
Usir kebodohan dan ketidaktahuanku 
Tak apa aku terlihat bodoh 
Manakala ada keinginan untuk menjadi cerdas 

Aku memang bodoh 
Karena tlah lama tidak mencari tahu 
Bagaimana untuk bisa bijak 
Dalam menyikapi pengetahuan

Friday, October 28, 2011

Bersikap Bijak Sebelum Memutuskan

Rencana pembangunan pabrik sampah di dekat rumah kami, menuai banyak pro dan kontra. Masing-masing merasa benar dan bersikukuh bahwa pabrik itu perlu demi kemaslahatan orang-orang se-Bandung Raya, sementara di sisi lain mengatakan bahwa pabrik itu akan merugikan masyarakat sekitarnya. Mungkin sudah terbayang di benak mereka, ton-an sampah yang menumpuk dengan bau khas yang terbawa angin menerpa hidung mereka, belum lagi lalat yang akan menjadikan lingkungan tidak sehat. Sementara saya, ikut menandatangani ketidaksetujuan atas pembangunan pabrik sampah itu dengan keyakinan hampir semua warga menolaknya dan ikut menandatangani petisi itu.

Malamnya, terpikir juga oleh saya mengenai masalah ini, mencoba menimbang-nimbang langkah yang telah saya ambil. Semua yang pro dan kontra bisa saya mengerti dan pahami. Kalau saya yang harus duduk di kursi pemerintahan itu, mungkin dibuat puyeng juga dengan masalah ini. Tiada hari tanpa kita menyampah (membuang sampah) dan terbayangkan gundukan setinggi gunung bila seminggu saja sampah se-Bandung ini dibiarkan menumpuk di satu tempat, dekat rumah saya. Ngeri membayangkan anak-anak saya berlarian dengan lalat dan bermain di sekeliling mereka. Jijik membayangkan saya sedang duduk di bawah pohon kersen sambil makan baso dengan ditemani semriwing bau sampah yang menyengat.

Thursday, October 27, 2011

Keberanian Butuh Kekuatan

Diperlukan kesabaran dan kekuatan untuk mengalahkan ketidakberanian bertindak, bahkan terkadang keberanian itu memberi resiko besar bagi diri kita. Namun manakala niat baik telah dicanangkan dalam hati kita dan segala kepasrahan kita sandarkan pada kekuatan Maha Pencipta, maka kenapa mesti kuatir pada resiko yang datangnya dari manusia.

Mungkin terdengar sentimentil atau bahkan terdengar seperti arogansi dari keberanian yang dianggap tak berdasar. Namun siapa lagi yang bisa menilai mahlukNya dari sudut hati nurani dan pikiran tersembunyi, kecuali Allah SWT yang Maha Mengetahui, sementara manusia lain hanya dapat melihat apa yang terlihat, hanya dapat mendengar apa yang terdengar, dan itu pun masih dibatasi oleh bagaimana pola pikirnya terbangun, bagaimana sudut pandangnya diarahkan.

Wednesday, October 26, 2011

Ikhlas Puasa

Suara si sulung terus terdengar di telinga berulang-ulang, "Bangunin Elva jam 3 pagi besok ya, mah!" Dengan heran saya bertanya, "Buat apa? Mau tahajud ya?" Saya setengah menggoda. Ini bukan kebiasaannya.

Sambil melirik ke jam dinding yang menunjukkan pukul 20.40 WIB, saya kembali menyambung pertanyaan tanpa menunggu jawabannya, "Kalau memang mau tahajud, ya bobo aja sekarang. Dan ntar tengah malam, pasti mama bangunin buat shalat. Gak perlu nunggu jam 3 pagi."

Dengan malu-malu dia mendekat pada saya dan berbisik, "Tapi teteh mau sahur besok, bayar utang puasa tahun lalu, sehari, waktu teteh sakit. Inget gak, mah?"

Dada ini langsung bergemuruh. Saya yang sedang asyik larut dalam sinetron, langsung berbalik dan menatapnya. Mata bulatnya yang bening dengan bulu mata lentik itu telah menghadirkan tangis haru di hati saya. Saya merentangkan kedua tangan saya dan tanpa menunggu lama dia pun luruh dalam pelukan saya. Saya mendekapnya kuat-kuat dan berharap dunia berhenti sesaat agar waktu untuk ini menjadi lebih lama.

Tuesday, October 25, 2011

Image

Bila kita membuka kamus bahasa Inggris dan melihat terjemahan dari kata image, kita bisa menemukan bahwa image berarti kesan; bayang-bayang. Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia kita menemukan bahwa imajinasi berarti sesuatu yang dibayangkan dalam pikiran. Sesuatu yang belum nyata adanya.

Saya tertarik pada kata ini ketika dalam suatu kejadian seseorang dengan mudahnya berkelit mengatakan bahwa kecurigaan dan prasangka yang dilakukan itu didasarkan pada image yang ada. Walaupun tuduhan itu belum tentu terbukti benar, namun dengan alasan bahwa seolah-olah hal itu adalah pantas dan wajar dituduhkan karena memang orang itu memiliki image yang jelek.

Benarkah hal tersebut? Tidakkah justru sebaliknya bahwa image itu justru terbentuk karena prasangka yang ada di kepala kita dan apa yang ada mengisi hati kita? Bila kita berprasangka baik, tentu image yang kita bangun pada pikiran kita adalah image yang baik-baik saja. Dan bila kita mengisi kepala kita dengan bayang-bayang dan kesan yang buruk, tentu saja yang kita temukan dalam cermin pikiran itu hal yang sama buruknya.

Saturday, October 22, 2011

Keyakinan

Meminta maaf dan mengalah merupakan hal yang sulit dilakukan oleh manusia, terlebih ketika kita meyakini bahwa yang kita lakukan adalah benar. Namun godaan untuk berkeras hati, merasa diri paling benar adalah suatu pilihan yang bisa kita ambil kalau kita mau. Walau tentu saja berlembut hati, merasa diri tidak suci, dan penuh khilaf merupakan pilihan lain yang mungkin justru perlu diperhitungkan untuk menyelesaikan suatu masalah. Dan itu adalah pilihanku saat ini.

Ketika kutekan 'klik' mouse untuk mengirim e-mail permohonan maaf dan pernyataan bersalah, bisa kurasakan pertentangan dalam hati bahwa mungkinkah ini langkah yang bijak? Sudah benarkah keputusanku? Yakinkah ini jalan yang terbaik? Dan pikiranku mulai menuntunku untuk yakin, untuk belajar kuat, untuk bisa ikhlas, semata-mata demi yang terbaik bagi orang lain, dan tentu saja ujungnya adalah bagi pertumbuhan hatiku sendiri. Ikhlas itu tidak mudah, bahkan sangat sulit, karena kita melawan ego kita sendiri ketika kita yakin yang kita lakukan tak ada niat buruk sama sekali.

Silaturahim Penuh Makna

"Pusing ah, saya sudah tak punya uang lagi. Gaji suami yang cuma segitunya, dipotong ini, dipotong itu, bayar listrik, telepon, cicilan koperasi, hanya bersisa sedikit untuk kebutuhan sebulan. Susah kan mengatur uang segitu."

"Suami saya tuh pemalas, kalau hari libur bangunnya siang, maunya makan enak, tidak pernah mau membantu mengurus anak-anak, tidak pernah mau mendengarkan keluhan-keluhan saya."

Kusebut itu Cinta

Ketika anak-anak mulai belajar membaca, kubelikan mereka banyak buku-buku untuk dibaca, mulai dari cerita-cerita mengenai kepahlawanan, mengenai filosofi kehidupan, sampai mengenai cerita-cerita agama yang kuharap dapat menggugah perasaan dan pikiran mereka.

Ketika anak-anak bertengkar memperebutkan segala sesuatu, kusampaikan bahwa siapa yang mau mengalah demi kebaikan adalah pihak yang menang.

Ketika anak-anak melakukan kesalahan, kuajari untuk mengucap maaf dan segera memperbaiki diri.

Ketika anak-anak sudah mulai sekolah, kuatur jadwal belajar mereka agar bisa disiplin dan bertanggung jawab.

Ketika waktu shalat tiba, kupanggil mereka pulang dari waktu bermain di luar rumah.

Ketika mereka batuk dan pilek, kularang mereka mencicipi permen, kerupuk, dan es krim kesukaan mereka.

Ketika mereka minta mainan seperti yang dimiliki temannya, tak kubelikan dan kubilang kita tidak boleh iri dan selalu mengekor orang lain, kecuali itu memang bermanfaat dan baik bagi kita.

Anak-anak mungkin tak suka dengan apa yang kuminta, tapi kusebut itu cintaku pada anak-anakku.

Suara Hati Seorang Anak

"Kenapa mama harus selalu pergi pagi dan maghrib baru pulang?" tanya sang anak.

Friday, October 21, 2011

Menyapa Ibu

Ibu, apa kabarmu hari ini?
Semoga engkau baik-baik saja.
Pagi ini aku terduduk kaku, jemariku kelu membalas e-mail adik kecilku, saat adikku memintaku untuk menyapamu.

Kukatakan dengan yakin bahwa aku sudah menyapamu, bahwa aku selalu pamit saat akan berangkat ke kantor. Tapi aku memang tak mencium lenganmu, mungkin karena ibu tak membiasakannya sejak aku kecil, ibu tak mengajarkannya padaku. Sementara bila aku akan berangkat ke kantor atau pergi ke mana pun, aku selalu mencium kedua pipi serta kening anak-anakku, dan mereka dengan santun mengecup jemariku.

Ibu, aku menangis saat adikku bercerita bahwa katanya aku tidak memperhatikanmu, bahwa aku selalu mementingkan orang lain, mementingkan teman-temanku dibanding denganmu. Benarkah itu yang kau rasa?

SMS Penguat Hati

"Allah tidak akan menguji seseorang di luar batas kemampuannya. Allah Maha Mengetahui yang terbaik bagi ummatNya. Kitalah yang harus bisa ambil hikmahnya, agar tak sia-sia waktu yang kita habiskan tiap harinya. Cinta ayah pada mama dan anak-anak akan menguatkan ayah! Sun."

Anak - anak Penyemangat

Subuh, begitu alarm berbunyi, rutinitas pagi dimulai. Seperti robot yang sudah disetel, saya duduk sekitar semenit mengucap Hamdalah dan kemudian menatap satu-satu wajah damai anak-anak yang masih lelap tertidur, membetulkan letak selimut mereka yang terlepas begitu saja.

Sejak ayah mereka dipindahtugaskan, anak-anak tidur bergabung bersama saya. Kami memilih berdesak-desakan dalam satu tempat tidur, kadang saling bertukar cerita sebelum tidur dan saling menguatkan satu sama lain. Tak jarang si kecil terisak-isak tengah malam merindukan kehadiran ayahnya, dan saya hanya bisa memeluknya serta memintanya berdo'a pada Allah SWT agar segera mengembalikan ayahnya ke rumah.

Ini sudah bulan ketiga sejak mutasi. Namun begitulah, hari ini si kecil, besok si sulung, dan besoknya lagi si tengah, terus begitu. Seperti digilir, satu persatu dari mereka masih sering menangis dan mengharap ayahnya segera pulang. Dan lagi-lagi saya hanya bisa memeluk mereka, meminta mereka tak lupa berdo'a, dan mengingatkan agar mereka tak meninggalkan shalat yang wajib agar Allah SWT mau mengabulkan setiap permohonan.

Belajar Berhitung

“Mengajarkan berhitung pada anak tidaklah sepenting mengajarkan apa yang mesti mereka hitung.”

Sepintas tulisan itu tertangkap mata dan terbaca dalam hati saat melewati meja temanku. Langkahku terhenti dan memutuskan untuk mundur kembali. Besarnya keinginan mengulang kembali membaca tulisan itu memaksaku untuk mencuri lihat layar komputer teman seruangan kerjaku. Memalukan, tapi rasanya dia tidak akan keberatan karena biasanya juga dia memperlihatkan padaku tulisan-tulisan bijak yang dia temukan di internet. Kuulang membaca tulisan itu dan mencoba menyimpannya di benakku, berusaha mengingat-ingat tulisan itu dan berjanji pada diri sendiri untuk mengurai makna arti tulisan itu di waktu luangku nanti.

Seperti biasa, menjelang adzan maghrib, aku baru sampai rumah. Sudah terbayang kegiatan rutin setelah mandi dan shalat magrib nanti, duduk menghadapi tiga anakku, menunggui mereka mengerjakan PR sekolahnya. Terlintas dalam pikiranku untuk bisa jauh lebih sabar kali ini. Beberapa hari terakhir ini kesibukan kantor cukup menyita tenaga dan pikiran, lelah sekali rasanya. Keinginan untuk istirahat begitu sampai di rumah menjadi hal yang tak mungkin karena tuntutan tanggung jawab terhadap kelangsungan pendidikan anak-anak tak bisa kuhindari.

Teman adalah ...

Teman itu berarti seseorang di luar diri kita yang mengenal kita dan berkenan berbicara dengan kita. Dia bisa siapa saja. Bisa orangtua kita, bisa tetangga, bisa rekan kantor, atau saudara kita sendiri. Teman adalah orang yang tidak membuat kita merasa buruk juga tidak membuat kita menjadi buruk. Sedangkan musuh kita adalah sebaliknya, orang yang membuat kita merasa buruk dan lebih buruk lagi dia dengan sengaja membuat kita menjadi lebih buruk.

Wah, kata-kata itu mengalir begitu saja dari bibir manakala putriku satu-satunya mempertanyakan apa arti seorang teman. Tak tahu bagaimana menerangkan dengan lebih jelas lagi definisi teman dan musuh. Ini bukan pertama kalinya aku kesulitan menerangkan definisi suatu hal pada seorang anak berusia 10 tahun.

20 Menit Penuh Senyum

"Selamat siang Bu... selamat siang Pak..." suara satpam itu ramah menyapa setiap orang yang masuk ke dalam sebuah bank pemerintah. Selain membukakan pintu bagi yang akan masuk dan keluar ruangan, dia juga seringkali mengantar mereka dengan pertanyaan "ada yang bisa saya bantu?" dan kemudian dengan sigap tangannya mengarahkan pada kertas yang berjejer rapi. "Lembar ini kalau buat transfer.."

Siang ini saya hanya duduk diam saja di kursi tunggu bank itu karena memang tujuan datang kemari hanya untuk mengantar seorang teman yang hendak melakukan transaksi penyimpanan. Mata ini tertarik memperhatikan gerak dan sikap satpam yang tidak berhenti menarik dan menutup pintu, menyapa dan mengantarkan.. terus saja begitu tanpa berhenti melepas senyum. Pikiran saya mulai berjalan, pastilah dia capek sekali. Paling tidak sudah 15 menit saya duduk di sini (teman saya perlu waktu untuk menulis formulir dan memasuki antrian yang cukup panjang), sementara satpam itu terus berdiri entah sudah berapa lama, dari pagi mungkin dan itu juga tanpa duduk.

Apa yang terlintas di benak saya dulu saat mendengar kata 'satpam' adalah gambaran orang kekar, garang, sigap, kaku, dan begitulah.. namanya juga satpam, ya sudah seharusnya di takuti, di segani. Tapi ini berbeda, satpam kini membawa citra perusahaan juga karena dia berada di garis depan, orang pertama yang ditemui oleh tamu..

Sentilan dari Pemilik Hidup

Pagi itu baru saja kujemur separuh cucian yang telah menumpuk tiga hari di mesin cuci, terdengar suara HP menandakan ada SMS yang masuk. Agak berlari aku masuk ke dalam rumah mengambil HP yang kutaruh di atas kulkas. Satu pesan tertulis di layar HP dan kubuka, dari Sita, sahabatku. "maaf suamiku sudah tau semua.semuanya..ga bisakupungkiri lagi, aku mengakui semua. maapin aku ya telah melibatkanmu, menyusahkanmu."

Deg. Jantungku terasa ngilu, sedetik kemudian diikuti badan lemas. Ah, ada apa lagi ini? Sudah lama kami tidak komunikasi, terutama untuk menghindari kesalahpahaman mengenai persahabatan kami di mata suaminya yang sangat keberatan dengan kedekatan kami. Hal itu bisa kami mengerti dan akhirnya kami berusaha saling membatasi tanpa maksud memutuskan silaturrahim. Tapi sekarang, dia kembali menghubungiku dengan SMS yang membuatku bingung. Tahu semua. Semuanya. Tahu apa? Kenapa musti minta maaf? Apa yang gak bisa dipungkiri?