Welcome to Rinna Fridiana's Notes

Friday, October 21, 2011

Anak - anak Penyemangat

Subuh, begitu alarm berbunyi, rutinitas pagi dimulai. Seperti robot yang sudah disetel, saya duduk sekitar semenit mengucap Hamdalah dan kemudian menatap satu-satu wajah damai anak-anak yang masih lelap tertidur, membetulkan letak selimut mereka yang terlepas begitu saja.

Sejak ayah mereka dipindahtugaskan, anak-anak tidur bergabung bersama saya. Kami memilih berdesak-desakan dalam satu tempat tidur, kadang saling bertukar cerita sebelum tidur dan saling menguatkan satu sama lain. Tak jarang si kecil terisak-isak tengah malam merindukan kehadiran ayahnya, dan saya hanya bisa memeluknya serta memintanya berdo'a pada Allah SWT agar segera mengembalikan ayahnya ke rumah.

Ini sudah bulan ketiga sejak mutasi. Namun begitulah, hari ini si kecil, besok si sulung, dan besoknya lagi si tengah, terus begitu. Seperti digilir, satu persatu dari mereka masih sering menangis dan mengharap ayahnya segera pulang. Dan lagi-lagi saya hanya bisa memeluk mereka, meminta mereka tak lupa berdo'a, dan mengingatkan agar mereka tak meninggalkan shalat yang wajib agar Allah SWT mau mengabulkan setiap permohonan.


Alhamdulillah, tak disangka, justru perpisahan ini membawa hikmah bagi kami sebagai orangtua, karena saya tak lagi perlu susah payah untuk menyuruh anak-anak agar selalu shalat dan berdo'a.

Tak pernah terbayangkan menjadi single parent seperti ini. Sebelas tahun mengarungi rumah tangga, kami selalu berbagi tugas rumah tangga, termasuk dalam membimbing dan mengurus anak. Tak ada istilah hanya ibu yang membereskan rumah, hanya ibu yang mengawasi anak-anak. Sebagai sebuah keluarga, suami saya pun turun tangan mengawasi dan membimbing anak-anak. Tiap malam kami menemani anak-anak belajar, biasanya saya mengajari 2 anak lelaki saya, sementara suami saya mengajari puteri sulung kami. Begitulah, semua jadi terasa lebih ringan dan menyenangkan, kami dekat satu sama lainnya.

Keadaan kini berbeda, saya tak bisa lagi berbagi tugas dengan suami. Kesibukan di rumah menjadi terasa begitu luar biasa. Pagi-pagi sekali sebelum saya berangkat kerja, saya ingin semua anak-anak sudah mandi dan sarapan, agar merasa tenang saat bekerja nanti.

Dengan tiga anak tentu saja itu tidak serta merta mudah terlaksana. Kegaduhan berebut kamar mandi, mencari seragam, dan saat sarapan sudah menjadi lagu indah yang diperdengarkan anak-anak setiap pagi. Jam lima saat dibangunkan, biasanya si kecil yang paling sulit disuruh mandi hingga terkadang saya harus membopongnya ke kamar mandi dan membujuknya membuka mata untuk segera mandi dan shalat subuh.
Ketika setelah seharian bekerja, biasanya maghrib saya baru tiba kembali di rumah, saya tidak bisa langsung beristirahat. Setelah shalat maghrib bersama anak-anak, PR mereka sudah menanti untuk diperiksa dan si kecil sudah menunggu untuk belajar membaca persiapan masuk Sekolah Dasar. Biasanya semua kegiatan itu berlangsung hingga pukul sembilan malam, setelah itu tiba waktunya anak-anak untuk naik ke tempat tidur dan beristirahat diiringi do'a mau tidur dan do'a bagi kami orangtuanya.

Saya selalu mengingatkan agar mereka tak pernah lupa mendo'akan kami setiap selesai shalat dan bila hendak tidur. Tak ada maksud membebani mereka dengan permintaan saya itu, apalagi menuntut mereka membalas segala yang telah kami lakukan selama ini bagi mereka. Saya hanya berpikir bahwa jika saya boleh meminta sesuatu pada anak saya, maka saya hanya minta do'a mereka saja. Yang saya ketahui, bahwa 'keshalehan' mereka merupakan salah satu aset investasi yang bisa saya nikmati hingga saya menghadap padaNya.

Ketika malam semakin larut dan mata masih belum juga dapat terpejam. Badan mulai terasa lelah, semua yang dilakukan hari ini membutuhkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran. Kadang saya merasa telah melakukan sesuatu yang lebih berat dari suami, namun kemudian terpikir oleh saya bahwa apa yang dia lakukan di sana pastilah jauh lebih berat lagi. Tak sekedar waktu, tenaga, dan pikiran. Bahkan hatinya pun musti bekerja lebih keras lagi menahan semua perasaannya, menyimpan setiap kerinduan yang lahir, menyembunyikan semua keinginan untuk pulang.

Dan saat kulihat anak-anak yang terlelap, kusyukuri apa yang kupunya saat ini, anak-anak penyemangat hidup. Investasi yang paling berharga yang harus kujaga dan kurawat. Dan hilanglah segala lelah yang ada.

No comments:

Post a Comment