Welcome to Rinna Fridiana's Notes

Tuesday, December 6, 2011

Mengumpat karena hal-hal yang mengganggu, marah karena keadaan tidak sesuai keinginan, kecewa karena sapaan tak bersambut. Sungguh banyak hal yang kita keluhkan tanpa kita mengetahui latar belakang penyebab kejadian. Tak bisakah kita bersabar dan mencari tahu dulu sebelum mengumpat, marah, kecewa. Sesungguhnya kita sedang merugikan diri sendiri bila itu terjadi.

Bijak Berkata, Bijak Bersikap

Aku teringat lagi hari itu, puluhan tahun yang lalu..berangkat sekolah dengan seragam merah-putih yang separuhnya ternoda karena minyak…sudah dicoba digosok dengan air, selain tak hilang malah membentuk garis-garis kusut yang menyurutkan usahaku untuk menghapusnya. Akhirnya memakainya saja dan pasrah dengan keadaan yang ada. Meski rasa malu tak mampu disembunyikan namun bujukan papi untuk tetap ke sekolah dengan kondisi itu membuatku melangkah dengan lemas menuju sekolah..

Masih teringat saat itu aku berharap angin mengeringkan dan mampu menghilangkan noda yang ada. Namun kering tetap memelihara bekas minyak dengan jelas bahkan jaket tak mampu menutupinya. Hari itu dipenuhi kesedihan, sambil melangkah menuju sekolah airmata terus turun dan lengan tak berhenti menyeka basahnya pipi. Betapa seringnya dunia terasa tak adil bagi kita…

Friday, December 2, 2011

Ego butuh dikendalikan karena seringkali ego mengambil alih kemudi dan mengendalikan diri kita untuk terus berkeras, menutup mata hati kita untuk bisa menghormati pendapat orang lain. Kekerasan hati kitalah yang kemudian menciptakan sikap tidak peduli, sulit tersenyum, tak mau memandang, meremehkan, menghina, mencela dan pada akhirnya kita akan merasa sunyi karna tak lagi bisa merasakan kedamaian... Ayo mulai mengendalikan dan melembutkan hati..

Dia Penyanyi ?

biasa, kalo lagi tugas luar kota biasanya agak susah 'ngenet' selain krn susah jaringan, lebih seringnya karna mang waktunya gak ada n cape..hehe.. gayanya kaya yg sibuk banget.

nah, begitu sampe rumah sore ini, dah gak ku ku pengen ngenet tapi nyabar-nyabarin nahan diri. bongkar tas n keluarin baju kotor dulu, bukain oleh-oleh, nyapa emak, dengerin cerita mami tentang kejadian di rumah selama aku gak ada, mangku ryan, nyiumin elva, nengokin hamster yg baru melahirkan (duh, nambah mulu anaknya)..opal mana?? aah.. masih les..
dah beres semua, selepas magrib mulai deh kicauan rutinku :
"teh, matiin tv.. mas, laptopnya ditutup, de ambil buku.. blajar..blajar..blajar smuaa.."
ya dan mulailah semua bergerak.. ambil posisi dan pada buka buku pelajaran masing-masing.
hhmm.. sambil nemenin, bisa neh buka laptop.. ngenet.. (hihihi, ngelaba.. sambil menyelam minum air, moga2 ga tersedak).

Thursday, December 1, 2011

Untuk setiap emosi yang tertumpah tanpa kendali, hanya istighfar penyeimbangnya.. Coba saja diam sejenak dan ucapkan tiga kali dalam hati sambil menarik napas pelan dan tersenyum... Ketenangan dirimu hanya ada dihatimu, bukan di bibir manismu ~(^_^)~

Cinta juga Bisa Tanpa Kata

aku menyebutnya wanita tangguh, karena selain sabar pada keadaannya dia juga tetap kuat melangkah lengkap dengan senyum dibibirnya. Dia tak pernah menyadari bahwa kehidupannya telah menginspirasiku untuk bertekad menjadi wanita yang jauh lebih tangguh lagi... (makasih ya say)

Wanita ini bukan lulusan perguruan tinggi ternama, bahkan dia belum pernah menginjak bangku SMA. tapi kecerdasannya dalam menyikapi hidup ku pikir melebihi temanku yang lulusan S3. Wew, emang ada hubungannya ya antara bangku sekolah dengan sikap ? gtau juga seh.. hihihi.. cuma saja saya membayangkan mungkin kalo dia berkesempatan sekolah hingga SMA kemudian sempat juga kuliah (mengembangkan pola pikir lebih jauh lagi) tentu dia bakal jadi wanita sukses dalam masyarakat juga dalam karirnya. Percaya deh, dia luar biasa. sungguh.

Sunday, November 27, 2011

Sederhana saja, kita tidak bisa memuaskan semua orang namun kita bisa merasakan kepuasan saat berusaha memberi jalan meski dengan hanya setitik penerangan di kegelapan. Tersandung, tergores hanya bagian dari cara hidup menjadikan kita lebih kuat...

Ini Aku, dengan Segala Kekuranganku

Tak selamanya mentari itu bersahabat sayang, ketika teriknya menusuk daging dan menyilaukan matamu. Lindungi saja dengan cara yang bisa kau lakukan, gunakan lengan panjang dan tutupi matamu dengan jemari... Lakukan saja hal yang paling sederhana untuk melindungi dirimu.

Tak selamanya hujan itu juga menyegarkan.. ketika jatuhnya deras tanpa henti serta meninggalkan jejak-jejak lubang di jalan, banjir di dekat rumah kita.. sungguh repot mereka mendorong motor yang mogok. Kita mesti bersyukur terhindar dari itu semua.

dan kamu termangu di dalam mobil menatap keluar dengan sendu.. “kenapa sayang ?”

Friday, November 25, 2011

Menyelaraskan niat, ucapan dan tindakan so hard.. hard.. hard... Terlalu banyak kepentingan, terlalu banyak sungkan, terlalu banyak ketakutan dan keraguan. Itulah kenapa begitu banyak kepura-puraan

Tulisan Aduan Buat Si Sayang

ini tulisan aduan buat kekasihku.. karna ga bisa ngadu ke sapa-sapa.. (hihihi tp di broadcast)
gini aduannya sayang :

sejak kena cacar itu rasanya body belum sehat bener, masih 3L (lemah letih lesu) tapi kegiatan yang sudah terjadwal jauh2 hari tetep harus berlangsung- jadinya deh dipaksakan tetap menjalani semua aktivitas dg usaha terbaik..

Thursday, November 24, 2011

Bagaimana Warnamu ?

Kita tak pernah bisa belajar dan mengenali kebaikan bila tidak pernah tau apa itu keburukan.. dan kita tak bisa berkata cantik ketika tak ada seorang pun yang jelek, lantas apa yang musti disombongkan ketika semua “ada” karna kehadiran “tiada” ketika kesempurnaan hadir justru setelah mengenal kekurangan...

Indah cara Tuhan mengatur kehidupan ini, dimana setiap kesedihan dikenali karna kehilangan kebahagiaan dan senyum bisa berganti airmata sewaktu-waktu.. tapi siapa bisa berkata tidak mungkin bahwa diujung kesedihan bisa berakhir kebahagiaan dan smua titik-titik airmata adalah awal dari senyuman.... itu mengapa “harapan” sangat penting dalam hidup.

Friday, November 18, 2011

Istimewanya Wanita

Ketika Aku menciptakan seorang wanita, ia diharuskan untuk menjadi seorang yang istimewa. Aku membuat bahunya cukup kuat untuk menopang dunia, namun harus cukup lembut untuk memberikan kenyamanan.

Aku memberikannya kekuatan dari dalam untuk mampu melahirkan anak dan menerima penolakan yang seringkali datang dari anak-anaknya. Aku memberinya kekerasan untuk membuatnya tetap tegar ketika orang lain menyerah, dan mengasuh keluarganya dengan penderitaan dan kelelahan tanpa mengeluh.

Aku memberinya kepekaan untuk mencintai anak-anaknya dalam setiap keadaan, bahkan ketika anaknya bersikap sangat menyakiti hatinya. Aku memberinya kekuatan untuk mendukung suaminya dalam kegagalannya dan melengkapi dengan tulang rusuk suaminya untuk melindungi hatinya.

Aku memberinya kebijaksanaan untuk mengetahui bahwa seorang suami yang baik takkan pernah menyakiti isterinya, tetapi kadang menguji kekuatannya dan ketetapan hatinya untuk berada di sisi suaminya tanpa ragu. Dan akhirnya, Aku memberinya air mata untuk diteteskan. Ini adalah khusus miliknya untuk digunakan bila mana ia perlukan. 

Wednesday, November 16, 2011

Sikap Mempengaruhi Kebahagiaan

"Orang yang bahagia bukanlah orang di lingkungan tertentu, tetapi orang dengan sikap tertentu." (Hugh Downs).
Saya mulai memahami barisan kalimat itu setelah mendengar pengalaman Bapak Sobari, sebut saja demikian, dalam menjalani kehidupannya. Memang benar bahwa lingkungan mungkin memberi pengaruh kepada kita, tapi sesungguhnya kebahagiaan kita bukanlah tergantung pada lingkungan di mana tempat kita tinggal, kebahagiaan kita sangat tergantung bagaimana sikap kita dalam menjalani hidup, bagaimana cara kita dalam menyikapi persoalan hati. Dimana pun kita berada.

Siapa sih yang belum pernah bertemu dengan masalah? Semua orang pasti pernah bertemu dengan yang namanya masalah. Masalah kecil, masalah besar, tergantung dari cara kita memandang permasalahannya. Banyak orang menghindari masalah, karena sebagai manusia, yang kita inginkan adalah ketenangan hidup, bukan seabreg masalah yang memusingkan, apalagi menyakitkan.

Monday, November 14, 2011

Kekuatan Kata-kata

Seorang teman berujar dengan candanya, "Bersyukurlah di tubuhmu yang kecil terdapat jiwa yang besar, hati yang kuat, dan kesabaran yang tak biasa. Sementara di tempat lain, ada yang bertubuh besar namun memiliki jiwa yang kecil, hati yang lemah, dan pikiran yang sempit."

Saya tertawa dan mengatakan padanya bahwa pada akhirnya dia tega juga membicarakan hal yang sifatnya fisik. Tubuh saya memang tidak tinggi. Dia segera mengkoreksi pandangan saya terhadap kata-katanya walau sebenernya kami sama tahu bahwa bukan itu yang menjadi titik persoalan dan saya hanya menanggapi semua itu dengan canda.

Dia kembali mengingatkan saya bahwa kata-katanya dimaksudkan untuk memastikan bahwa "Tuhan itu Mahaadil" dan keadilan Tuhan tidak bisa diukur dengan kesempurnaan segala sesuatu, tapi justru diukur dengan keseimbangan yang ada, dengan kekurangan yang disertai kelebihan atau sebaliknya.

Saturday, November 12, 2011

Belajar Mengalahkan Ego

Gara-gara tidak mengikuti kemauannya untuk masuk ke arena bermain pada mall yang kami kunjungi, si kecil ngambek (marah) tidak mau ikut makan siang. Bukan cuma itu, saat kami sekeluarga duduk mengelilingi sebuah meja makan di restoran cepat saji, dia malah memisahkan diri duduk di meja lain dengan tangan dilipat di atas meja dan bibir mungilnya maju beberapa centimeter ke depan.

Saya mencoba membujuknya dengan melambaikan tangan dan memanggilnya untuk duduk di kursi sebelah saya yang sengaja dikosongkan, tapi dia hanya menggelengkan kepala dengan mata dan raut wajah yang masih terlihat marah. Saya kemudian pura-pura marah juga dengan mengangkat bahu dan berusaha tidak lagi memperhatikan dia dengan bercanda bersama kakak-kakaknya. Seringkali saya meliriknya dan melihat dia juga mencuri pandang ke arah kami dengan kesal. 

Thursday, November 10, 2011

Hidup itu Pilihan

Ketika seseorang bertanya : “bagaimana, sekolahnya sudah selesai?” saya hanya bisa menggeleng dan tersenyum malu karena memang seharusnya saya sudah lulus akhir tahun ini namun karena satu dan lain hal maka saya masih berkutat dengan kesibukan kantor dan tesisnya tersendat-sendat. Jadi karena sibuk bekerja? Hmm.. saya bilang pada diri saya, ini bukan salah siapa-siapa… ini pilihan saya, memprioritaskan dulu urusan yang saya anggap lebih mendesak ketimbang urusan yang lainnya. Ini hidup saya, tentu saya yang harus mengendalikan, tentu saya yang harus bisa memilah dan memilih mana yang harus saya dahulukan karena saya tau persis kemampuan saya tak memungkinkan semua selesai dalam waktu bersamaan bila saya menginginkan kesuksesan di keduanya… Satu persatu lebih masuk akal bagi saya dan berharap itu lebih optimal.

Wednesday, November 9, 2011

Harga Diri

Saat seorang teman berujar, "Tapi itu kan harga diri kita yang dipertaruhkan. Di mana harga diri kita?" Saya sempat merenung dan memikirkan makna dibalik kata-kata itu. Saya bukan orang pintar yang pandai mengurai makna, apalagi bila diminta untuk mempersepsikan barisan kalimat bahasa Indonesia menurut tata bahasa yang benar, saya lebih sering menyerah. Saya lebih suka merasakan setiap kalimat.

Sebaris kalimat tanya di atas yang sesungguhnya sederhana saja dan seringkali digunakan oleh kebanyakan dari kita saat kita dilibatkan secara emosi oleh suatu masalah yang melibatkan hati kita dan menorehkan luka yang kemudian menantang kita, maka kita mulai bicara soal harga diri. Dan bicara soal harga diri seseorang, menurut saya ini sangat relatif antara satu orang dengan orang yang lain.

Jika kita perhatikan tayangan TV dimana seorang selebriti ribut dengan rekannya atau pasangan hidupnya, kemudian yang satu menjelekkan yang lainnya dengan alasan membela harga dirinya, apakah patut kita juga melakukan hal yang sama? Saat kita bicara mengenai harga diri ini, benarkah pembelaan akan selalu menaikkan harga diri kita jauh lebih tinggi dari sebelumnya? Bukankah pembelaan dengan cara yang salah malah akan merendahkan martabat kita sendiri?

Sunday, November 6, 2011

Sebuah Tanggung Jawab

Sepulang kerja, saat berjalan-jalan di sebuah mall bersama teman sekantor, kami melewati sebuah toko yang menjual aneka akuarium lengkap dengan ikan dan kura-kura. Lama berada di situ untuk melihat-lihat, saya dan teman saya sepakat untuk membeli kura-kura yang pada waktu itu dijual dengan harga diskon, lengkap dengan kandang dan makanannya.

Menurut penjual toko, kura-kura kecil itu berusia 3 bulan dan sudah tidak rentan lagi alias sudah cukup kuat untuk dipelihara dan dipisahkan dari induknya. Memang, kami agak sedikit khawatir, kalau sudah dibeli, jangan-jangan setelah sampai di rumah malah langsung mati. Namun, dengan gaya penjual yang selalu memikat dan juga keinginan besar kami untuk memelihara kura-kura, maka jadilah teman saya membeli seekor kura-kura dan saya membeli sepasang kura-kura.

Esok harinya, teman saya memang benar-benar membawa kura-kura itu ke kantor. Sementara saya, terpaksa meninggalkan kura-kura milik saya di rumah karena anak-anak bersikeras akan merawat dan menjaganya. Walaupun saya katakan bahwa memelihara kura-kura itu tak semudah persangkaan mereka, namun mereka tetap berkeyakinan mampu menjaganya dan berjanji memberi makan tepat waktu serta bersedia mengganti air dan mencuci kandang dua hari sekali. Meski saya menyangsikan komitmen mereka, namun saya merasa harus memberi mereka kesempatan untuk belajar bertanggung jawab.

Saturday, November 5, 2011

Memohon Keajaiban

Ketika masalah demi masalah terasa menghimpit dada kita, menciptakan nyeri yang dalam, membuat mata kita membasah, dan menjadikan kita merasa berat melangkah di kehidupan ini. Pada umumnya kemudian kita merasa bahwa kehidupan seperti tak adil dalam membagi rasa ini. Lingkungan seperti tak adil memperlakukan kita dimana kita merasa sudah melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan, namun hasilnya seperti kesia-siaan belaka ketika orang lain justru menilai kita dengan cara yang sama sekali berbeda dari yang kita harapkan.

Apa yang bisa kita lakukan?

Friday, November 4, 2011

Jangan Simpan Dendam

"Kebencian atau dendam tidak menyakiti orang yang tidak anda sukai. Tetapi setiap hari dan setiap malam dalam kehidupan Anda, perasaan itu menggerogoti Anda." (Norman Vincent Peale).

Thursday, November 3, 2011

Tengoklah ke dalam Hatimu

Sejak kecil, saya dekat sekali dengan bapak, hampir dalam setiap tugas-tugas sekolah yang tidak bisa saya selesaikan sendiri, saya selalu minta bantuan bapak. Hingga kuliah diploma saja, saya masih sering diantar jemput olehnya. Hubungan kami yang erat membuat saya tidak pernah segan atau malu menceritakan masalah-masalah pribadi seputar masalah remaja padanya, walau tentu saja tidak semua pandangan serta jalan keluar yang diusulkan beliau dengan serta merta saya ikuti. Lahir dari latar belakang serta pengalaman yang berbeda membuat saya dulu sering berpikir bahwa beliau seorang yang kolot, namun kesederhanaannya, kesabarannya dalam menghadapi hidup, selalu membuat saya tercengang dan pada akhirnya mengagumi beliau.

Bapak saya asli anak seorang petani, jauh di desa terpencil di Jawa Tengah sana. Hingga saat ini, hampir seluruh sanak saudaranya masih bertani, begitu juga dengan adik dan kakak-kakaknya, sementara beliau memilih ke luar dari desanya untuk membuat 'terobosan', begitu istilah beliau setiap kali bercerita tentang asal mula ada di Bandung. Bapak saya memilih jadi anggota ABRI, yang katanya berjuang sama kerasnya dengan petani, namun memiliki tantangan keluar lebih banyak.

Wednesday, November 2, 2011

Pekerjaan

Pekerjaan memang terasa ringan jika tidak dikerjakan.Terus jika tidak dikerjakan, apakah bisa selesai dengan sendirinya? Maunya sih sulap salip susulapan : sim salabim jadi apaaa prok prok prok !!
 
Nyatanya.. kalo ga dikerjain, yaaa.. jadi numpuk deh, jadi makin repot deh, jadi nambah uring-uringan karena merasa kerjaan kebanyakan dan merasa paling sibuk sedunia padahal semua gara-gara gak dicicil dikerjain, gara-gara ditunda, gara-gara gak bisa ngatur mana yang prioritas dan tidak… hasilnya? Manyun seharian
Lucunya, akibat-akibat itu semua kita keluhkan terus menerus tanpa merasa perlu merubah segala sesuatunya agar jadi lebih baik… misalnya; mulai dengan tidak menunda pekerjaan, memilah-milah yang mana yang didahulukan dan yang mana yang bisa ditunda, mulai mengatur dan mengontrol diri untuk tetap produktif meski didepan mata kesempatan bersantai ria dan berleha-leha senantiasa terbuka…

Hmm.. pekerjaan jadi terasa ringan juga lho jika kita mengerjakannya dengan senang, melihat pekerjaan sebagai tantangan yang bernilai bagi diri kita… mulailah dengan mencintai pekerjaan, kalo gak cinta, kalo bosan, saya biasanya suka mengingatkan diri saya bahwa kerja itu ibadah, bahwa hasil kerja saya buat anak-anak saya… jadi semangat lagi deh.

Tuesday, November 1, 2011

Berpikiran dari Sudut Pandang Lawan

Status seorang teman di salah satu media sosial :
“Kadang dalam menghadapi suatu konflik, alangkah lebih baiknya jika kita berpikiran dari sudut pandang lawan kita agar kita bisa lebih bijak dalam menghadapinya. Tapi jika kita tidak tau pandangan lawan bahkan untuk membuka komunikasi dengan lawan kita saja tidak bisa, apa yang bisa kita usahakan lagi ?”

Teman muda saya ini lumayan kritis, banyak sekali yang ditanyakan pada saya, semua coba saya jawab meski kadang musti agak mikir juga jawabannya (heuheu pengaruh usia, katanya beda usia berarti beda cara pandang). Tidak semua jawaban saya diterima, banyak juga yang didebatkan dan pada akhirnya kami memilih abu-abu saja (sesuai keyakinan masing-masing, hehe). Yang jelas, kami saling belajar.

Monday, October 31, 2011

Shalat Jumat

Seperti sudah menjadi kebiasaan buat anak-anak, bila hari Jum'at kedapatan tanggal merah (libur), maka mereka pasti meminta ayahnya mengajak mereka melakukan shalat Jum'at di luar komplek rumah. Biasanya, mereka melakukan shalat Jum'at berkeliling, mulai dari mesjid Istiqamah di daerah cibeunying, mesjid Salman, mesjid Ukhuwah di Wastukencana, mesjid Agung, atau mesjid kecil lain yang kebetulan tersinggahi karena waktu yang tidak cukup untuk mencapai mesjid besar yang telah direncanakan untuk dikunjungi.

Dan hari ini adalah hari Jum'at, mereka semua libur. Saya tak tega ketika mereka merengek-rengek meminta untuk pergi shalat Jum'at di luar. "Kalau ada ayah, pasti kita bisa shalat di mesjid yang orangnya banyak sekali, trus kalo udah gitu bisa langsung jalan-jalan." Si kecil terus saja membandingkan saya dengan ayahnya, sementara saya sejak kemarin telah berencana ingin istirahat saja di rumah untuk mengisi hari libur kali ini. Kalau sudah begitu, sulit buat saya untuk membujuk mereka memahami kemauan saya, terlebih bila mereka kemudian menelepon sang ayah dan memintanya untuk membujuk saya agar mau mengantar mereka.

Sunday, October 30, 2011

Pasrah Kepada-Nya

Ketika pertama kali berangkat ke Sulawesi untuk menunaikan tugas dan menetap di sana, terpilihlah Adam Air sebagai alat transportasi dari Jakarta menuju Makasar untuk kemudian dilanjutkan dengan pesawat perusahaan milik PT. INCO yang memang merupakan satu-satunya alat transportasi udara menuju Soroako.

Seminggu setelah suami berangkat, saya dan anak-anak menyusul terbang dengan menggunakan Merpati Airlines menuju Makassar, disambung dengan pesawat menuju Soroako. Sejujurnya, saya agak kerepotan pergi dengan membawa tiga anak tanpa ditemani orang dewasa lain, namun karena sejak di Bandung anak-anak sudah diwanti-wanti agar tidak nakal selama perjalanan dan saya membujuk agar mereka mau membantu membawa barang-barang yang agak ringan, maka saya merasa sedikit tenang.


Saturday, October 29, 2011

Ketidaktahuan

Jika memang aku tak tahu, 
Kenapa harus merasa paling tahu? 
Ketika aku memang tak tahu, 
Aku mencari tahu untuk bisa tahu
Aku ingin tahu lebih banyak lagi
Manakala makin menyadari banyak yang tak ku tahu

Kemarilah pengetahuan 
Usir kebodohan dan ketidaktahuanku 
Tak apa aku terlihat bodoh 
Manakala ada keinginan untuk menjadi cerdas 

Aku memang bodoh 
Karena tlah lama tidak mencari tahu 
Bagaimana untuk bisa bijak 
Dalam menyikapi pengetahuan

Friday, October 28, 2011

Bersikap Bijak Sebelum Memutuskan

Rencana pembangunan pabrik sampah di dekat rumah kami, menuai banyak pro dan kontra. Masing-masing merasa benar dan bersikukuh bahwa pabrik itu perlu demi kemaslahatan orang-orang se-Bandung Raya, sementara di sisi lain mengatakan bahwa pabrik itu akan merugikan masyarakat sekitarnya. Mungkin sudah terbayang di benak mereka, ton-an sampah yang menumpuk dengan bau khas yang terbawa angin menerpa hidung mereka, belum lagi lalat yang akan menjadikan lingkungan tidak sehat. Sementara saya, ikut menandatangani ketidaksetujuan atas pembangunan pabrik sampah itu dengan keyakinan hampir semua warga menolaknya dan ikut menandatangani petisi itu.

Malamnya, terpikir juga oleh saya mengenai masalah ini, mencoba menimbang-nimbang langkah yang telah saya ambil. Semua yang pro dan kontra bisa saya mengerti dan pahami. Kalau saya yang harus duduk di kursi pemerintahan itu, mungkin dibuat puyeng juga dengan masalah ini. Tiada hari tanpa kita menyampah (membuang sampah) dan terbayangkan gundukan setinggi gunung bila seminggu saja sampah se-Bandung ini dibiarkan menumpuk di satu tempat, dekat rumah saya. Ngeri membayangkan anak-anak saya berlarian dengan lalat dan bermain di sekeliling mereka. Jijik membayangkan saya sedang duduk di bawah pohon kersen sambil makan baso dengan ditemani semriwing bau sampah yang menyengat.

Thursday, October 27, 2011

Keberanian Butuh Kekuatan

Diperlukan kesabaran dan kekuatan untuk mengalahkan ketidakberanian bertindak, bahkan terkadang keberanian itu memberi resiko besar bagi diri kita. Namun manakala niat baik telah dicanangkan dalam hati kita dan segala kepasrahan kita sandarkan pada kekuatan Maha Pencipta, maka kenapa mesti kuatir pada resiko yang datangnya dari manusia.

Mungkin terdengar sentimentil atau bahkan terdengar seperti arogansi dari keberanian yang dianggap tak berdasar. Namun siapa lagi yang bisa menilai mahlukNya dari sudut hati nurani dan pikiran tersembunyi, kecuali Allah SWT yang Maha Mengetahui, sementara manusia lain hanya dapat melihat apa yang terlihat, hanya dapat mendengar apa yang terdengar, dan itu pun masih dibatasi oleh bagaimana pola pikirnya terbangun, bagaimana sudut pandangnya diarahkan.

Wednesday, October 26, 2011

Ikhlas Puasa

Suara si sulung terus terdengar di telinga berulang-ulang, "Bangunin Elva jam 3 pagi besok ya, mah!" Dengan heran saya bertanya, "Buat apa? Mau tahajud ya?" Saya setengah menggoda. Ini bukan kebiasaannya.

Sambil melirik ke jam dinding yang menunjukkan pukul 20.40 WIB, saya kembali menyambung pertanyaan tanpa menunggu jawabannya, "Kalau memang mau tahajud, ya bobo aja sekarang. Dan ntar tengah malam, pasti mama bangunin buat shalat. Gak perlu nunggu jam 3 pagi."

Dengan malu-malu dia mendekat pada saya dan berbisik, "Tapi teteh mau sahur besok, bayar utang puasa tahun lalu, sehari, waktu teteh sakit. Inget gak, mah?"

Dada ini langsung bergemuruh. Saya yang sedang asyik larut dalam sinetron, langsung berbalik dan menatapnya. Mata bulatnya yang bening dengan bulu mata lentik itu telah menghadirkan tangis haru di hati saya. Saya merentangkan kedua tangan saya dan tanpa menunggu lama dia pun luruh dalam pelukan saya. Saya mendekapnya kuat-kuat dan berharap dunia berhenti sesaat agar waktu untuk ini menjadi lebih lama.

Tuesday, October 25, 2011

Image

Bila kita membuka kamus bahasa Inggris dan melihat terjemahan dari kata image, kita bisa menemukan bahwa image berarti kesan; bayang-bayang. Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia kita menemukan bahwa imajinasi berarti sesuatu yang dibayangkan dalam pikiran. Sesuatu yang belum nyata adanya.

Saya tertarik pada kata ini ketika dalam suatu kejadian seseorang dengan mudahnya berkelit mengatakan bahwa kecurigaan dan prasangka yang dilakukan itu didasarkan pada image yang ada. Walaupun tuduhan itu belum tentu terbukti benar, namun dengan alasan bahwa seolah-olah hal itu adalah pantas dan wajar dituduhkan karena memang orang itu memiliki image yang jelek.

Benarkah hal tersebut? Tidakkah justru sebaliknya bahwa image itu justru terbentuk karena prasangka yang ada di kepala kita dan apa yang ada mengisi hati kita? Bila kita berprasangka baik, tentu image yang kita bangun pada pikiran kita adalah image yang baik-baik saja. Dan bila kita mengisi kepala kita dengan bayang-bayang dan kesan yang buruk, tentu saja yang kita temukan dalam cermin pikiran itu hal yang sama buruknya.

Saturday, October 22, 2011

Keyakinan

Meminta maaf dan mengalah merupakan hal yang sulit dilakukan oleh manusia, terlebih ketika kita meyakini bahwa yang kita lakukan adalah benar. Namun godaan untuk berkeras hati, merasa diri paling benar adalah suatu pilihan yang bisa kita ambil kalau kita mau. Walau tentu saja berlembut hati, merasa diri tidak suci, dan penuh khilaf merupakan pilihan lain yang mungkin justru perlu diperhitungkan untuk menyelesaikan suatu masalah. Dan itu adalah pilihanku saat ini.

Ketika kutekan 'klik' mouse untuk mengirim e-mail permohonan maaf dan pernyataan bersalah, bisa kurasakan pertentangan dalam hati bahwa mungkinkah ini langkah yang bijak? Sudah benarkah keputusanku? Yakinkah ini jalan yang terbaik? Dan pikiranku mulai menuntunku untuk yakin, untuk belajar kuat, untuk bisa ikhlas, semata-mata demi yang terbaik bagi orang lain, dan tentu saja ujungnya adalah bagi pertumbuhan hatiku sendiri. Ikhlas itu tidak mudah, bahkan sangat sulit, karena kita melawan ego kita sendiri ketika kita yakin yang kita lakukan tak ada niat buruk sama sekali.

Silaturahim Penuh Makna

"Pusing ah, saya sudah tak punya uang lagi. Gaji suami yang cuma segitunya, dipotong ini, dipotong itu, bayar listrik, telepon, cicilan koperasi, hanya bersisa sedikit untuk kebutuhan sebulan. Susah kan mengatur uang segitu."

"Suami saya tuh pemalas, kalau hari libur bangunnya siang, maunya makan enak, tidak pernah mau membantu mengurus anak-anak, tidak pernah mau mendengarkan keluhan-keluhan saya."

Kusebut itu Cinta

Ketika anak-anak mulai belajar membaca, kubelikan mereka banyak buku-buku untuk dibaca, mulai dari cerita-cerita mengenai kepahlawanan, mengenai filosofi kehidupan, sampai mengenai cerita-cerita agama yang kuharap dapat menggugah perasaan dan pikiran mereka.

Ketika anak-anak bertengkar memperebutkan segala sesuatu, kusampaikan bahwa siapa yang mau mengalah demi kebaikan adalah pihak yang menang.

Ketika anak-anak melakukan kesalahan, kuajari untuk mengucap maaf dan segera memperbaiki diri.

Ketika anak-anak sudah mulai sekolah, kuatur jadwal belajar mereka agar bisa disiplin dan bertanggung jawab.

Ketika waktu shalat tiba, kupanggil mereka pulang dari waktu bermain di luar rumah.

Ketika mereka batuk dan pilek, kularang mereka mencicipi permen, kerupuk, dan es krim kesukaan mereka.

Ketika mereka minta mainan seperti yang dimiliki temannya, tak kubelikan dan kubilang kita tidak boleh iri dan selalu mengekor orang lain, kecuali itu memang bermanfaat dan baik bagi kita.

Anak-anak mungkin tak suka dengan apa yang kuminta, tapi kusebut itu cintaku pada anak-anakku.

Suara Hati Seorang Anak

"Kenapa mama harus selalu pergi pagi dan maghrib baru pulang?" tanya sang anak.

Friday, October 21, 2011

Menyapa Ibu

Ibu, apa kabarmu hari ini?
Semoga engkau baik-baik saja.
Pagi ini aku terduduk kaku, jemariku kelu membalas e-mail adik kecilku, saat adikku memintaku untuk menyapamu.

Kukatakan dengan yakin bahwa aku sudah menyapamu, bahwa aku selalu pamit saat akan berangkat ke kantor. Tapi aku memang tak mencium lenganmu, mungkin karena ibu tak membiasakannya sejak aku kecil, ibu tak mengajarkannya padaku. Sementara bila aku akan berangkat ke kantor atau pergi ke mana pun, aku selalu mencium kedua pipi serta kening anak-anakku, dan mereka dengan santun mengecup jemariku.

Ibu, aku menangis saat adikku bercerita bahwa katanya aku tidak memperhatikanmu, bahwa aku selalu mementingkan orang lain, mementingkan teman-temanku dibanding denganmu. Benarkah itu yang kau rasa?

SMS Penguat Hati

"Allah tidak akan menguji seseorang di luar batas kemampuannya. Allah Maha Mengetahui yang terbaik bagi ummatNya. Kitalah yang harus bisa ambil hikmahnya, agar tak sia-sia waktu yang kita habiskan tiap harinya. Cinta ayah pada mama dan anak-anak akan menguatkan ayah! Sun."

Anak - anak Penyemangat

Subuh, begitu alarm berbunyi, rutinitas pagi dimulai. Seperti robot yang sudah disetel, saya duduk sekitar semenit mengucap Hamdalah dan kemudian menatap satu-satu wajah damai anak-anak yang masih lelap tertidur, membetulkan letak selimut mereka yang terlepas begitu saja.

Sejak ayah mereka dipindahtugaskan, anak-anak tidur bergabung bersama saya. Kami memilih berdesak-desakan dalam satu tempat tidur, kadang saling bertukar cerita sebelum tidur dan saling menguatkan satu sama lain. Tak jarang si kecil terisak-isak tengah malam merindukan kehadiran ayahnya, dan saya hanya bisa memeluknya serta memintanya berdo'a pada Allah SWT agar segera mengembalikan ayahnya ke rumah.

Ini sudah bulan ketiga sejak mutasi. Namun begitulah, hari ini si kecil, besok si sulung, dan besoknya lagi si tengah, terus begitu. Seperti digilir, satu persatu dari mereka masih sering menangis dan mengharap ayahnya segera pulang. Dan lagi-lagi saya hanya bisa memeluk mereka, meminta mereka tak lupa berdo'a, dan mengingatkan agar mereka tak meninggalkan shalat yang wajib agar Allah SWT mau mengabulkan setiap permohonan.

Belajar Berhitung

“Mengajarkan berhitung pada anak tidaklah sepenting mengajarkan apa yang mesti mereka hitung.”

Sepintas tulisan itu tertangkap mata dan terbaca dalam hati saat melewati meja temanku. Langkahku terhenti dan memutuskan untuk mundur kembali. Besarnya keinginan mengulang kembali membaca tulisan itu memaksaku untuk mencuri lihat layar komputer teman seruangan kerjaku. Memalukan, tapi rasanya dia tidak akan keberatan karena biasanya juga dia memperlihatkan padaku tulisan-tulisan bijak yang dia temukan di internet. Kuulang membaca tulisan itu dan mencoba menyimpannya di benakku, berusaha mengingat-ingat tulisan itu dan berjanji pada diri sendiri untuk mengurai makna arti tulisan itu di waktu luangku nanti.

Seperti biasa, menjelang adzan maghrib, aku baru sampai rumah. Sudah terbayang kegiatan rutin setelah mandi dan shalat magrib nanti, duduk menghadapi tiga anakku, menunggui mereka mengerjakan PR sekolahnya. Terlintas dalam pikiranku untuk bisa jauh lebih sabar kali ini. Beberapa hari terakhir ini kesibukan kantor cukup menyita tenaga dan pikiran, lelah sekali rasanya. Keinginan untuk istirahat begitu sampai di rumah menjadi hal yang tak mungkin karena tuntutan tanggung jawab terhadap kelangsungan pendidikan anak-anak tak bisa kuhindari.

Teman adalah ...

Teman itu berarti seseorang di luar diri kita yang mengenal kita dan berkenan berbicara dengan kita. Dia bisa siapa saja. Bisa orangtua kita, bisa tetangga, bisa rekan kantor, atau saudara kita sendiri. Teman adalah orang yang tidak membuat kita merasa buruk juga tidak membuat kita menjadi buruk. Sedangkan musuh kita adalah sebaliknya, orang yang membuat kita merasa buruk dan lebih buruk lagi dia dengan sengaja membuat kita menjadi lebih buruk.

Wah, kata-kata itu mengalir begitu saja dari bibir manakala putriku satu-satunya mempertanyakan apa arti seorang teman. Tak tahu bagaimana menerangkan dengan lebih jelas lagi definisi teman dan musuh. Ini bukan pertama kalinya aku kesulitan menerangkan definisi suatu hal pada seorang anak berusia 10 tahun.

20 Menit Penuh Senyum

"Selamat siang Bu... selamat siang Pak..." suara satpam itu ramah menyapa setiap orang yang masuk ke dalam sebuah bank pemerintah. Selain membukakan pintu bagi yang akan masuk dan keluar ruangan, dia juga seringkali mengantar mereka dengan pertanyaan "ada yang bisa saya bantu?" dan kemudian dengan sigap tangannya mengarahkan pada kertas yang berjejer rapi. "Lembar ini kalau buat transfer.."

Siang ini saya hanya duduk diam saja di kursi tunggu bank itu karena memang tujuan datang kemari hanya untuk mengantar seorang teman yang hendak melakukan transaksi penyimpanan. Mata ini tertarik memperhatikan gerak dan sikap satpam yang tidak berhenti menarik dan menutup pintu, menyapa dan mengantarkan.. terus saja begitu tanpa berhenti melepas senyum. Pikiran saya mulai berjalan, pastilah dia capek sekali. Paling tidak sudah 15 menit saya duduk di sini (teman saya perlu waktu untuk menulis formulir dan memasuki antrian yang cukup panjang), sementara satpam itu terus berdiri entah sudah berapa lama, dari pagi mungkin dan itu juga tanpa duduk.

Apa yang terlintas di benak saya dulu saat mendengar kata 'satpam' adalah gambaran orang kekar, garang, sigap, kaku, dan begitulah.. namanya juga satpam, ya sudah seharusnya di takuti, di segani. Tapi ini berbeda, satpam kini membawa citra perusahaan juga karena dia berada di garis depan, orang pertama yang ditemui oleh tamu..

Sentilan dari Pemilik Hidup

Pagi itu baru saja kujemur separuh cucian yang telah menumpuk tiga hari di mesin cuci, terdengar suara HP menandakan ada SMS yang masuk. Agak berlari aku masuk ke dalam rumah mengambil HP yang kutaruh di atas kulkas. Satu pesan tertulis di layar HP dan kubuka, dari Sita, sahabatku. "maaf suamiku sudah tau semua.semuanya..ga bisakupungkiri lagi, aku mengakui semua. maapin aku ya telah melibatkanmu, menyusahkanmu."

Deg. Jantungku terasa ngilu, sedetik kemudian diikuti badan lemas. Ah, ada apa lagi ini? Sudah lama kami tidak komunikasi, terutama untuk menghindari kesalahpahaman mengenai persahabatan kami di mata suaminya yang sangat keberatan dengan kedekatan kami. Hal itu bisa kami mengerti dan akhirnya kami berusaha saling membatasi tanpa maksud memutuskan silaturrahim. Tapi sekarang, dia kembali menghubungiku dengan SMS yang membuatku bingung. Tahu semua. Semuanya. Tahu apa? Kenapa musti minta maaf? Apa yang gak bisa dipungkiri?